| Dwi Anugrah Mugia Utama | Bobotoh | Mountaineering | Vegetarian | Working Class | Partikel Bebas |

Senin, Januari 24, 2011

Gunung Manglayang Bandung


Kota Bandung dari ketinggian Gunung Manglayang, sayang kabut yang menyelimuti terlalutebal
Sebenarnya perjalanan saya kali ini ke puncak Gunung Manglayang sedikit ber motif balas dendam hehehe… karena pada hari sabtu - senin 15 - 17 rekan-rekan saya dari Deu Kabayan Adventure Team melakukan perjalanan menuju Curug Malela yang terletak di perbatasan Kab.Bandung dan Kab.Cianjur. Saya yang awal nya sangat bersemangat untuk berpartisipasi menuju Curug Malela harus menelan kekecewaan karena Nenek saya pada saat itu mengalami gangguan kesehatan, maka saya pun harus mengunjungi Nenek saya di kota Karawang. Selepas mengunjungi Nenek, saya berfikir daripada Kodim a.k.a. kolot di imah, saya pun tanpa ragu mengajak ke tiga orang rekan untuk melakukan perjalanan menuju puncak Gunung Manglayang.  Sebenarnya saya dan rekan - rekan sudah beberapa kali melakukan perjalanan ke Gunung Manglayang, namun belum satu kali pun kita berhasil sampai di puncak, hanya nge camp di kawasan Batu Kuda Camping Ground yang terletak di kawasan kaki Gunung Manglayang.
Rute menuju puncak Gunung Manglayang ini sebenarnya bisa dilalui dengan 3 jalur yakni jalur Palintang (Ujung Berung), Batu Bereum (Jatinangor) dan Batu Kuda (Cibiru) seperti yang kami lakukan. Menurut beberapa artikel dan buku yang pernah saya baca, keberadaan Gunung Manglayang ini masih berhubungan dengan Gunung Sunda. Sedikit napak tilas mengenai Gunung Sunda atau cekungan Bandung ini, saya akan mencoba membahas sejarah nya sedikit di sini. Gunung Sunda ini merupakan cikal bakal terjadi nya Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.  Kenapa? karena pada saat jaman pra sejarah wilayah Bandung ini merupakan sebuah gunung yang sangat besar yang luas nya kira-kira meliputi 3 kota dan kabupaten diatas. Bisa dibayangkan sebesar apa gunung tersebut, mungkin wilayah nya lebih besar dan berkali – kali lipat dari Taman Nasional Bromo, Tengger dan Semeru, yang memiliki puncak Mahameru yang merupakan daratan tertinggi di pulau Jawa. Setelah Gunung Sunda ini meletus, maka terbentuklah sebuah cekungan atau danau yang telah mengering dan saat ini menjadi Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi. Jika kita melihat disekitar wilayah Bandung maka kita tidak akan kesulitan menemukan gunung-gunung yang menjulang tinggi mulai dari sebelah timur yang terdapat Gunung Mandalawangi, Gunung Mandalagiri, Gunung Gandapura dan Gunung Kamojang. Di sebelah selatan berjejer Gunung Malabar, Gunung Patuha dan Gunung Tilu. Di sebelah barat terdapat satuan pematang homoklin yang merupakan perbukitan memanjang, membentuk daerah perbukitan Rajamandala-Padalarang, beberapa puncak pematangnya antara lain Pasir Pabeasan, Pasir Balukbuk dan Pasir Kiara. Sedangkan di wilayah utara berjejer Gunung Burangrang, Gunung Tangkubanparahu, Bukit tunggul, Gunung Cangkak dan Gunung yang saat ini akan kami singgahi Gunung Manglayang. Konon gunung – gunung diatas tersebut dahulunya pada saat jaman pra sejarah/Gunung Sunda, merupakan daratan – daratan tempat bermukimnya para manusia pra sejarah. Hal ini dibuktikan dengan ditemukan nya   artefak - artefak peninggalan manusia pada jaman pra sejarah di wilayah situs Gua Pawon di wilayah Padalarang dan situs Dago Pakar, yang notabene nya pada saat itu merupakan daratan-daratan kecil dari Gunung Sunda. Maka jangan heran jika berkunjung ke gunung-gunung yang melingkari cekungan Bnadung ini akan dengan mudah menemukan batu – batu berukuran super raksasa seperti di kawasan Gunung Manglayang sendiri. Yang konon merupakan efek meletusnya Gunung Sunda yang mahadahsyat pada saat itu. 

Perjalanan kami ber empat di mulai sekitar pukul 3 sore dari kawasan Manglayang Regency, sebuah kawasan perumahan yang terletak di bawah Gunung Manglayang. Satu jam perjalanan pertama, kita habiskan dengan menelusuri rute yang sudah tidak begitu asing bagi kami. Perumahan warga, persawahan, perkebunan, peternakan sapi menjadi pemandangan perjalanan awal kami. Tepat pukul setengah 6 sore kami berempat sampai di pintu masuk Batu Kuda Camping Ground. Sedikit informasi jika ingin memasuki kawasan cagar alam ini harus membayar retrubusi sebesar Rp. 5000 per orang nya. Sesampai nya di kawasan Batu Kuda pemandangan hutan pinus pun seolah menghipnotis kami, meskipun sudah beberapa kali berkenjung kesini, namun kesan yang didapatkan selalu sama ketika pertama kali menginjakan kaki di kaki Gunung Manglayang ini.  Sebuah mahakarya Allah yang tak terkira nilainya. Oh iya, jika ingin melakukan pendakian menuju puncak sebaiknya membawa persediaan air di kawasan Batu Kuda ini karena dalam perjalanan berikutnya tidak akan kembali menemukan sumber mata air. Kami pun seolah tanpa perintah, mulai mengisi persediaan air selama kami berada di puncak. Tanpa terasa beban yang ditambahkan persediaan air yang saya bawa, menambah berat beban carrier, dikira-kira mungkin satu orang membawa 2 buah air kemasan berukuran 1500 ml (botol besar).

Hutan pinus yang menjadi ciri khas kawasan Batu Kuda Camping Ground
Di kawasan Batu Kuda ada papan petunjuk menuju puncak Gunung Manglayang yang berjarak 3 KM dari kawasan Batu Kuda ini. Pada saat itu saya sempat berfikir mungkin trek yang akan saya hadapi tidak akan begitu berat dengan sudut kemiringan yang tidak begitu terjal dan mungkin akan sering mendapatkan bonus (jalur mendatar). Namun apa yang saya perkirakan ternyata berbeda 180 derajat dengan keadaan di lapangan. Wow, jalur yang kita lewati ternyata memiliki kemiringan yang cukup ekstreme, kaki menyentuh kepala pun tanpa terasa beberapa kali saya lakukan dalam perjalanan. Hampir kurang lebih 2,5 jam perjalanan kami habiskan menuju puncak Gunung Manglayang, sebenarnya waktu yang ditempuh bisa sedikit lebih cepat, tetapi harap dimaklumi kami semua bukan para pecinta alam yang memiliki fisik kuat, tapi kami hanya sekumpulan pemuda yang ingin sok-sok an ingin menjadi pencinta alam tetapi memiliki fisik yang lumayan payah akibat paru-paru terlalu sering diisi asap yang berasal dari Gudang Garam Filter hehehe… Kira-kira 500 M sebelum menuju puncak kita akan menemui sebuah batu berukuran raksasa dengan ketinggian hampir 10 M yang sering disebut dengan Batu Karaton. Sedikit beristirahat di sekitaran batu Karaton, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak kurang ebih sekitar setengah jam lama nya. 

at Batu Karaton, 500 M menjelang puncak Gunung Manglayang
Puncak Gunung Manglayang sendiri ternyata di luar perkiraan saya, luas puncak Gunung Manglayang ini sekitar seluas satu buah lapangan basket berukuran international, yang bisa menampung hingga belasan tenda untuk peristirahatan para pendaki. Oh ya, selain ada beberapa plang yang dipajang, sebagai penanda kita sudah berada di puncak, di sekitaran nya pun terdapat sebuah bendera Merah Putih berukuran lumayan besar di sebuah pohon dan dua buah makam yang entah makam siapa yang terdapat di puncak Gunung Manglayang ini. Selepas makan malam dan sedikit bercanda kami berempat memutuskan untuk tidur dan istirahat, karena kondisi badan kami memang sangat lelah pada saat itu. Ternyata kondisi malam itu luar biasa dingin nya, dan mungkin inilah pengalaman saya tidur dengan suhu paling dingin, sebuah jacket besar yang biasa digunakan untuk musim dingin di wilayah Eropa pun seolah tidak dapat menahan angin yang berhembus kencang dari celah celah tenda. Bahkan beberapa kali saya terbangun dan merasakan kedua tangan seolah membeku, karena pada saat itu saya lupa membawa sarung tangan. Tidak terasa ketika saya membuka mata, jam G-Shock di tangan sudah menunjukan pukul 8 pagi. Akkkkhhhhh….. damn, hilanglah moment special di puncak gunung, yakni  menyaksikan sunrise. Ya sudahlah, mau bagaimana lagi toh ini dunia nyata bukan dunia doraemon, yang waktu bisa dibulak balik dengan seenak hati. 

Allhamdulilah di Puncak Manglayang mang
Setelah bersantai sejenak di puncak gunung sambil ditemani ABC Mocca, Energen Jahe dan asap Gudang Garam Filter, kami menyiapkan makan pagi yang digabung dengan makan siang dengan menu yang cukup mewah untuk ukuran di gunung yakni Spagethi yang super lezat tanpa daging tentunya hehehe… Setelah selesai makan kami pun harus segera packing dan bersiap untuk turun ke bawah, karena pada saat itu kami mengejar jam setengah 4 sore harus sudah sampai di bawah dan menemukan TV untuk menyaksikan tim favorite saya berlaga PERSIB Bandung melawan tuan rumah PERSISAM Samarinda. Tepat pukul 12 siang, kami telah siap untuk turun tanpa melupakan untuk berdoa sebelumnya dan sebuah ritual wajib tentunya yakni photo seasons… 

Gunung Manglayang, jaga tempat mu baik-baik... tunggu saya datang kembali... menyapa mu... tersenyum pada mu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar