| Dwi Anugrah Mugia Utama | Bobotoh | Mountaineering | Vegetarian | Working Class | Partikel Bebas |

Selasa, Juni 21, 2011

Gunung Semeru Malang

Mahameru with Jonggring Saloka
Mendaki melintas bukit
Berjalan letih menahan menahan berat beban
Bertahan didalam dingin
Berselimut kabut `Ranu Kumbolo`

Menatap jalan setapak

Bertanya-tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta

Mahameru berikan damainya

Didalam beku `Arcapada`
Mahameru sebuah legenda tersisa
Puncak abadi para dewa

Masihkah terbersit asa

Anak cucuku mencumbui pasirnya
Disana nyalimu teruji
Oleh ganas cengkraman hutan rimba
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta

Mahameru berikan damainya
Didalam beku `Arcapada`
Mahameru sebuah legenda tersisa
Puncak abadi para dewa

Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta

Mahameru berikan damainya
Didalam beku `Arcapada`
Mahameru sebuah legenda tersisa
Puncak abadi para dewa

Mahameru berikan damainya
Didalam beku `Arcapada`
Mahameru sampaikan sejuk embun hati
Mahameru basahi jiwaku yang kering
Mahameru sadarkan angkuhnya manusia
Puncak abadi para dewa 

Selain lagu milik salah satu band legend Indonesia Dewa 19 diatas, sebenarnya ada 2 alasan lainnya mengapa saya begitu terobsesi ingin sekali melakukan sebuah perjalanan panjang membelah Pulau Jawa demi sebuah tujuan Mahameru. Alasan yang pertama tentu saja untaian kata demi kata yang sangat indah milik Donny Dhirgantoro dalam novel 5 CM nya, bagaimana tidak sejak pertama kali saya membaca novel tersebut pada Januari 2006, sejak pada saat itu pula saya sangat terobsesi melakukan perjalanan serupa dengan Arial, Zafran, Ian, Genta, Riani, dan Dinda. 6 tokoh yang seolah nyata dalam novel 5 CM tersebut. Sebuah perjalanan yang penuh dengan keyakinan , mimpi, cita-cita dan cinta sekaligus sebuah perjalanan yang telah mengubah mereka menjadi manusia yang sesungguhnya, bukan hanya seonggok daging yang bisa berbicara, berjalan dan punya nama. Alasan berikutnya sekaligus alasan yang paling utama yakni saya ingin melakukan napak tilas terhadap seseorang yang hidupnya sangat besar menginspirasi hidup saya, Soe Hok Gie. Ini merupakan sebuah mimpi lama saya mengunjungi batu nisan beliau yang berada di Mahameru dan secara tidak langsung pun melihat tempat ketika beliau tercekik oleh gas beracun Jonggring Saloka di tempat yang sangat jauh dan dingin yang hanya ditemani seorang sahabat karibnya Herman Lantang tepat 1 hari sebelum hari ulang tahun nya yang ke 27, 16 Desember 1969.
Sebelum Soe Hok Gie melakukan sebuah petualangan menuju Mahameru yang sekaligus juga merupakan petualangan terakhirnya, beliau mungkin saat itu tidak pernah tersadarkan akan membuat sebuah quotes yang menginspirasi para pecinta dan penikmat alam di Negeri ini secara turun temurun termasuk saya salah satunya (saat menaklukan gunung Slamet 14 September 2011).

"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrit dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu  secara tepat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung."

Sedikit berbicara sejarah mengenai legenda Gunung Semeru sendiri. Konon, menurut kitab kuno yang ditulis pada Abad 15, Pulau Jawa pada suatu saat mengambang di lautan luas, dipermainkan ombak kesana kemari. Para dewa memutuskan untuk memaku Pulau Jawa dengan memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa. Dewa Wisnu kemudian menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa, menggendong gunung itu di punggungnya sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang, membelit gunung dan badan kura-kura itu sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman. Para dewa kemudian meletakan gunung tersebut di atas bagian pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Namun ternyata gunung itu terlalu berat sehingga ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Mereka kemudian memindahkan lagi gunung tersebut ke bagian timur. Kali ini pun pulau masih tetap miring, mereka memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung tersebut dan menempatkannya di bagian barat laut. Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pananggungan. Bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Shiwa, gunung inilah yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang Siwa datang ke Pulau Jawa, dia melihat begitu banyak pohon Jawawut. Oleh karena itu ia memberi nama pulau ini dengan nama Jawa.

Rabu, 1 Juni 2011
Petualangan pun dimulai... pasukan Komunitas Pecinta Alam Warna Warni (KAPAWW) Bandung yang berjanjian di salah satu sudut stasiun Bandung. Pada saat itu kami semua sepakat berjanjian sekitar pukul 14.00 WIB karena kereta Malabar Express kelas Ekonomi dengan tarif Rp.135.000 akan meninggalkan stasiun sekitar pukul 15.30 WIB. Namun pada saat itu sebelum keberangkatan saya harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang berakibat telat nya saya datang. Sekitar pukul 15.00 WIB akhirnya saya pun tiba di stasiun Bandung dengan sebuah carrier yang beratnya mencapai 39 kg, sebuah berat bawaan yang sangat menyiksa bagi seseorang yang mempunyai tubuh jauh dari kata proporsional alias kurus kerontang yang hanya memiliki bobot tubuh 47 kg saja :(.
Ternyata pada saat saya tiba di stasiun pasukan Bandung belum terkumpul semua. Om Firman saat itu belum tiba dan yang lebih membuat kaget ternyata tiket kereta milik Om Bolot dipegang oleh Om Firman, padahal pada saat itu keberangkatan kereta hanya tinggal menyisakan beberapa menit saja. Akhirnya kami pun membuat keputusan, kami semua berangkat terlebih dahulu meninggalkan Om Bolot seorang diri di stasiun sambil menunggu Om Firman, yang rencana nya mereka berdua akan menyusul menggunakan kereta Mutiara Selatan tujuan Surabaya yang jadwal keberangkatan nya baru nanti malam. Dengan perasaan bersalah yang meninggalkan Om Bolot seorang diri di stasiun, secara perlahan kereta pun mulai meninggalkan stasiun, yang entah ada angin apa sore itu kereta memulai perjalanan nya dengan sangat tepat waktu.
Sekitar pukul 18.30 WIB kereta pun sudah tiba di stasiun Tasikmalaya, ternyata keadaan kereta Malabar Ekspress kelas ekonomi terbilang cukup enak dan nyaman, dimana para pedagang tidak diizinkan untuk memasuki kereta. Mereka menjajakan dagangan nya hanya dari sekitaran jendela kereta saja. Hal ini tentu saja pengalaman pertama bagi pengguna setia jasa kereta api kelas ekonomi seperti saya, meskipun tetap saja harga tiketnya KEMAHALAN. Beberapa menit kemudian kereta kembali meninggalkan stasiun, teman-teman pun mulai merasakan kejenuhan dalam perjalanan, sebagian ada yang mengisinya dengan tidur, ngobrol-ngobrol, mendengarkan musik bahkan makan terus-terusan. Saya sendiri pada saat itu lebih memilih untuk menggelar matras ditengah-tengah gerbong, dikarenakan penumpang lain yang duduk di sebelah saya ga kontrol banget posisi tidur nya dan sangat mengganggu kenyamanan alias teu daek ngajedog kalau dalam bahasa France nya. Akhirnya  saya pun menjatuhkan pilihan untuk menikmati untaian kata demi kata yang mengalun dengan sangat indah dari salah satu novel karangan Ayu Utami, Larung. Tanpa terasa saya pun sampai tertidur berkali-kali ketika sedang membaca sambil merebahkan badan.
Pada saat itu pasti saya terbangun ketika kereta berhenti di tiap stasiun yang dilaluinya, karena selain akibat penumpang-penumpang baru yang naik kereta, nampaknya para pedagang pun mulai berani naik ke dalam gerbong penumpang. Namun ada sebuah hal menarik yang bisa memberitahukan sudah sampai mana kereta tiba tanpa perlu melihat keluar kereta. Yakni cukup dengan mendengarkan suara para pedagang yang hilir mudik.
"Kacang... Tahu... Nasi Ayam 5 ribu... Permen... Kopi... Mijon... Mijon..." wah masih di daerah Jawa Barat gumamku dalam hati tanpa perlu membuka mata. Karena jika sudah keluar dari wilayah Jawa Barat, suara pedagang yang menawarkan Mijon pun pasti akan berubah menjadi
"Kacang... Tahu... Nasi Ayam 5 ribu... Permen... Kopi... Mizone... Mizone..." hehehehe
Karena sudah bukan menjadi rahasia umum, jika orang Sunda paling susah membedakan penggunakan huruf J dan Z serta F dan P. "Kata siapa orang Sunda ga bisa ngomong F itu Pitnah!" hehehehe

Kamis, 2 Juni 2011
Sekitar pukul 08.00 WIB kereta Malabar Ekspress yang kami tumpangi pun akhirnya tiba di stasiun Malang. Ketika saya melihat jadwal tiba yang tertera di tiket pun memang jam segini, bener-bener dah PT.KAI kali ini, pengalaman pertama kali naik kereta kelas ekonomi berangkat dan sampai nya sesuai jadwal banget, meskipun tetep tiket nya KEMAHALAN!
Suasana stasiun Malang pagi itu sangat ramai terutama oleh para pelancong, karena Malang sendiri merupakan salah satu tujuan para petualang dan wisatawan di Negeri ini. Selain memiliki Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru. Malang pun masih memiliki seabrek tempat wisata yang begitu eksotik mulai dari kawasan Batu serta tentu saja Pulau Sempu yang saat ini seolah menjadi magnet bagi para manusia penikmat keindahan.
Ternyata kedatangan kami pasukan Bandung di stasiun Malang pagi itu disambut oleh pasukan KAPAWW Surabaya yang dipimpin Mas Agung. Selepas acara perkenalan kami pun meminta izin sebentar untuk sedikit beristirahat dan mengisi perut di warung-warung yang bertebaran si sekitaran stasiun. Selepas perut terisi dengan nasi pecel khas Madiun, saya beserta yang lain nya pun mulai mencari angkot yang akan mengantar kami menuju tujuan berikutnya, pasar Tumpang Malang. Setelah sedikit bernegosiasi dengan supir angkot dan beberapa calo yang ikut nimbrung, akhirnya kami menemui kata sepakat Rp.10.000/orang nya. Setelah menata carrier yang di simpan diatas angkot, satu persatu pasukan pun mulai memasuki angkot. Dan akhirnya 2 angkot carteran pun secara perlahan mulai meninggalkan stasiun Malang. Kurang lebih satu jam setengah kami semua terombang ambing di dalam angkot, bahkan ditengah-tengah perjalanan 2 buah carrier yang terikat diatas angkot sempat terjatuh, mungkin akibat ikatannya kurang kuat. Tapi Allhamdulilah bukan carrier saya yang terjatuh hehehehe.... piss!
Sekitar pukul 11.00 WIB akhirnya kami pun pasukan Bandung dan Surabaya tiba di pasar Tumpang. Setelah menyelesaikan proses administrasi dengan sang supir kami pun mencari tempat yang cukup repersentatif untuk istirahat sambil berkoordinasi dengan pasukan KAPAWW Jakarta yang setengah nya lagi belum tiba.
Akhirnya kami pun menemukan sebuah spot yang cukup enjoy untuk beristirahat siang itu, yakni di sebuah gedung serbaguna yang baru setengah jadi tepat di depan Bank BCA Tumpang. Selain beristirahat rekan-rekan yang lainnya pun ada yang sekedar tidur-tidur an sampe tidur beneran, berbelanja keperluan yang dirasa kurang, atau sekedar kembali mengisi perut di warung-warung yang bertebarang di sekitaran pasar Tumpang. Saya sendiri yang saat itu kebetulan ditunjuk menjadi koordinator regu 4 (pasukan Bandung) harus mulai mempersiapkan masalah administrasi dan SIMAKSI semua anggota regu. Selain itu pun saya harus berkordinasi dengan koordinator regu lainnya, karena memang pada saat itu kondisi di lapangan berbeda jauh dengan rencana awal yang telah disusun.
Sekitar pukul 14.15 WIB akhirnya rombongan terakhir dari Jakarta yang menggunakan KA Gumarang pun tiba, setelah kembali berkoordinasi dengan sang pimpinan rombongan Pak Rudi, akhirnya saya pun memutuskan untuk tidak ikut bergabung dengan rombongan yang lainnya, karena pada saat itu mau tidak mau saya beserta pasukan Bandung harus menunggu kedatangan om Firman dan om Bolot yang sedang dalam perjalanan menuju Malang, karena kekompakan tim adalah segalanya. Pukul 15.00 WIB semua pasukan KAPAWW  yang berasal dari berbagai penjuru daerah pun mulai meninggalkan Tumpang dengan jeep sewaan menuju desa Ranu Pani, terkecuali kami pasukan Bandung yang berjumlah 6 orang.
Adzan Maghrib pun akhirnya berkumandang dan saat itu pula kedua rekan kami yang tercecer om Firman dan om Bolot tiba di pasar Tumpang, untung saja pada saat itu ada 2 rombongan pendaki yang akan berangkat menuju Ranu Pani juga, yakni 3 orang dari Malang Mas Oky dan kawan-kawan, serta 4 orang dari Surabaya yang namanya maaf lupa lagi. Untung saja pada saat itu kami bertemu mereka, kalau tidak kami harus menanggung ongkos jeep yang sangat besar. Oh ya sekedar informasi perjalanan menuju Ranu Pani ini wajib menggunakan jeep karena jika menggunakan mobil biasa ditakutkan tidak akan kuat akibat medan yang akan dilaui lumayan curam. Tarif nya sendiri dari Tumpang menuju Ranu Pani Rp.450.000/jeep nya, maksimal 18 orang dan minimal nya satu orang pun boleh-boleh saja, untuk ongkos sendiri tinggal dibagi rata saja oleh para penumpangnya. Ditengah-tengah perjalanan ternyata sang supir tiba-tiba berhenti disebuah pekarangan rumah dan munculah seorang Ibu dan anak gadisnya, ternyata Ibu tersebut pun sama akan menuju Ranu Pani. Penghuni jeep yang pada saat itu kesemuanya berjenis kelamin pria pun, nampak riweuh begitu sang Ibu dan anak gadisnya menaiki jeep.
"Bu, anak nya umur berapa....?" celetuk salah seorang penghuni jeep, yang langsung dibalas tawa kami semua dan dilanjut dengan teriakan
"Modus... Modus... Modus... Trik... Trik... Trik..." hehehehe
Kurang lebih 2 jam kami habiskan waktu diatas jeep sewaan ini, namun sayangnya pada saat itu matahari sudah meninggalkan peraduannya, sehingga kami tidak bisa menikmati keindahan pemandangan sepanjang perjalanan. Padahal pemandangan yang tersaji selama diatas jeep terbuka ini kita bisa melihat rentetan kebun apel milik warga, gunung Arjuno dari kejauhan serta tentu saja pemandangan Gunung Bromo dengan asap yang membumbung tinggi tepat di bahu kiri jalan. Tepat pukul 20.00 WIB akhirnya kami sampai juga di Ranu Pani, ternyata keadaan disana malam itu benar-benar ramai, belasan orang bule duduk berderet dengan rapih menyaksikan beberapa anak kecil yang tengah menari ditemani suara gamelan, entah itu Jaranan atau apa karena saya kurang begitu hafal. Namun satu yang pasti lama kelamaan anak kecil yang menari pun satu persatu mulai kerasukan arwah dari alam lain.
"Males akkkhhhhh......" gumamku dalam hati, bukan nya saya tidak menghargai kebudayaan Negara sendiri, tapi kalau urusannya sudah dengan alam lain saya kurang berminat.
Saya pun lebih memilih masuk kedalam sebuah ruangan yang dirubah menjadi basecamp untuk para pendaki yang akan menuju Mahameru. Setelah menyimpan carrier di salah satu sudut ruangan, saya pun mulai melihat lihat beberapa foto dan piagam yang terpasang didalam ruangan tersebut. Ternyata rumah tersebut milik seseorang yang sangat dituakan dan dihormati untuk Gunung Semeru ini, ibaratnya Alm.Mbah Marijan jika berbicara Gunung Merapi. Bahkan ada salah satu piagam yang diberikan MAPALA Universitas Indonesia terhadap jasa  Bapak Tumari yang ikut membantu membawa jenazah Soe Hok Gie dari Mahameru 42 tahun silam.
Selain itu pun saya menemukan sebuah photo keluarga besar Bapak Tumari tersebut, ternyata ada 2 wajah yang tidak asing, seorang Ibu dan anak gadisnya yang bareng selama perjalanan Tumpang-Ranu Pani tadi merupakan anak serta cucu dari Bapak Tumari hehehe. Jadi pengen ketawa jika harus mengingat celetukan-celetukan bodoh kami selama perjalanan tadi.
Sekitar pukul 22.00 WIb acara di luar pun ternyata selesai juga, saya pun bermaksud untuk mengurus SIMAKSI di kantor utama yang persis berada disebelah basecamp, namun menurut seorang petugas kantor nya sudah tutup dan saya disuruh kembali lagi besok pagi pukul 08.00 WIB ketika kantor buka. Akhirnya saya pun kembali ke pasukan yang lainnya untuk memberitahukan apa yang terjadi, akhirnya kami semua pun sepakat untuk berangkat dari Ranu Pani pukul 04.00 WIB dengan maksud mengejar rombongan lainnya yang memang sudah melakukan trekking menuju Ranu Kumbolo sejak sore tadi. Dengan kata lain saya beserta rekan-rekan yang lainnya menjadi pendaki gelap tanpa izin. Mohon jangan ditiru ya kelakuan kami semua :). Sleeping bag dan matras pun mulai kami keluarkan untuk beristirahat di basecamp Ranu Pani malam itu. Ditengah-tengah persiapan akan beristirahat, datanglah seorang teman Om Firman dan Om Bolot yang mendadak akan ikut pendakian kali ini, Tyas. Saat itu Tyas yang asli Kediri diantar oleh kakak nya menggunakan sepedah motor menuju Ranu Pani. Total 9 orang pasukan yang akan menjalani petualangan bersama esok hari. Saya, Firman, Bolot, Beny, Aceng, Ray, Alif, Azka dan Tyas peserta dadakan hehehe.

Jumat, 3 Juni 2011
Sekitar pukul 13.30 WIB saya beserta rekan-rekan yang lainnya sudah terbangun, udara dingin yang enyelimuti Ranu Pani pun seolah tanpa ampun masuk melalui sela-sela jacket. Seolah tanpa perintah kami semua pun mulai melakukan packing untuk memulai perjalanan. Pada saat itu ada 2 rombongan lainnyayang sedang beristirahat di basecamp Ranu Pani, yakni rombongan yang kemarin bareng melakukan perjalanan Tumpang-Ranu Pani. Akhirnya saya un mengajak kegilaan kami pada mereka, ternyata pasukan Mas Oky dan kawan-kawan sepakat untuk ikut bergabung, sedangkan pasukan Surabaya memilih mencari aman untuk berangkat sesuai ketentuan setelah melakukan perizinan sekitar pukul 08.00 WIB nanti. Akhirnya pasukan nekat dan pendaki gelap pun bertambah 3 orang menjadi 12 orang. Sekali lagi jangan ditiru ya kelakuan kami semua... please...
Pukul 04.00 WIB akhirnya kami ber 12 mulai meninggalkan desa Ranu Pani, saat itu kami memulai perjalanan tanpa lupa terlebih dahulu memanjatkan doa bersama namun kali ini tidak diakhiri dengan toss bersama, karena takut suara gaduh membangunkan masyarakat sekitar hehehe. Etape awal pendakian menuju Ranu Kumolo pun dimulai, 30 menit saya habiskan trekking menuju pos pertama, jalan yang dilalui terbilang cukup enak karena kita hanya menyusuri jalan setapak yang terbuat dari bata yang tersusun dengan sangat rapih. Tanjakannya pun tidak terlalu terasa, namun sekitar 5 menit menuju pos pertama saya sempat sedikit colaps, karena diakibatkan barang bawaan yang menempel dipunggung terlalu berlebih untuk saya. Akhirnya saya pun meminta rekan-rekan yang lainnya untuk sekedar share barang bawaan saya terutama logistik makanan. Setelah dikurangi sedimikian rupa, akhirnya berat bawaan pun allhamdulilah kali ini tidak terlalu menyiksa punggung dan pinggang meskipun tetep berat. Selepas pos pertama trek nya tidak begitu jauh berbeda masih terbilang cukup landai, trek nya bisa dibilang berputar-putar seperti lingkarang ice cream, tanpa terasa akhirnya kami semua pun tiba di pos 2. Selepas pos 2 trek yang dilalui mulai menghasilkan kepayahan bagi tubuh meskipun jalurnya masih terbilang masih landai namun jalur pun bergantian nanjak turun begitu cepatnya, belum lagi ditambah pohon-pohon tumbang yang terkadang seperti latihan TNI. Ditengah-tengah perjalanan menuju pos 3 ini saya menemukan seuah tenda yang berdiri tepat ditengah jalan setapak. Setelah didekati ternyata tenda tersebut milik rekan saya dari pasukan KAPAWW Surabaya, sedikit berbincang sambil beristirahat untuk sekedar mengambil nafas, ternyta pada saat kemarin malam ada 2 orang pasukan KAPAWW Surabaya yang colaps, sehingga mau tidak mau harus mendirikan tenda ditengah jalan. Namun posisi tenda tersebut bagi saya kurang repersentatif karena tepat disebelah tenda terbilang cukup curam, takutnya pasak tenda tidak tertanam dengan kuat dan muncul angin yang cukup kuat, belum lagi disekitaran tersebut hutan nya terlalu rapat. Setelah istirahat dirasa cukup akhirnya saya pun meminta izin untuk melanjutkan perjalanan, kurang lebih 15 menit saya berjalan sampailah saya di pos 3, andai pasukan Surabaya sedikit lebih bersabar, mereka bisa mendirikan camp yang cukup enak di pos 3 ini. Selepas pos 3 perjalanan mulai menyiksa, kurang lebih 30 menit disuguhi tanjakan-tanjakan terjal dengan kemiringan yang sangat menguras tenaga, namun setelah itu kondisi jalan berubah menjadi turunan yang cukup enak. Akhirnya sampai di pos 4 yang dari sini sudah bisa terlihat keindahan Ranu Kumbolo. Dari kejauhan terlihat kumpulan tenda yang begitu padat merayap disalah satu sudut Ranu kumbolo.
"Gila banyak banget orang" gumamku dalam hati...
hilanglah sudah kesan gunung ketika kedua kaki ini tiba di Ranu Kumbolo.
Kedatangan saya dan rekan-rekan pagi itu disambut suka cita pasukan KAPAWW lainnya, maklum saja pada saat itu pasukan KAPAWW  menjadi rombongan yang terbanyak mencapai 58 orang. Setelah sedikit bertegur sapa dan sedikit bercanda-canda dengan pasukan yang lainnya, pasukan Bandung pun harus kembali bekerja apalagi kalau bukan sesuatu yang sangat disukai syuting Harmoni Alam a.k.a. masak-masakan hehehe. Yang lainnya pada saat itu memasak beraneka ragam masakan yang didominasi daging-daging an, akhirnya saya pun memilih masak sendiri pada saat itu dan Spagheti Bolognase dengan taburan keju featuring lada hitam un menjadi pilihan. Ternyata hasil masakan saya sangat disukai teman-teman, hal ini tentu saja sangat menyenangkan ketika makanan yang kita buat habis dilahap tanpa tersisa sedikit pun oleh rekan-rekan yang lainnya.
Sekitar pukul 10.30 WIB pasukan KAPAWW keseluruhan pun mulai meninggalkan Ranu Kumbolo, hanya menyisakan pasukan bandung yang tengah asik bermain masak-masakan dan beberapa orang yang memang sedari awal tidak akan ke puncak hanya nge camp di Ranu kumbolo untuk beberapa hari kedepan.
Akhirnya pukul 02.00 WIB kami pasukan Bandung pun sudah siap untuk melanjutkan kembali perjalanan., tanpa lupa memanjatkan doa terlebih dahulu tentunya dan memohon maaf pada Allah SWT karena siang itu kami tidak melaksanakan Shalat JUmat :(. Perjalanan diawali dengan mendaki dinding bukit yang mengelilingi Ranu Kumbolo yang terkenal dengan nama Tanjakan Cinta. Ada mitos yang berkembang dikalangan para pendaki selama ini mengenai Tanjakan Cinta, konon bagi siapa yang berhasil sampai atas tanpa berhenti dan menoleh kebelakang sambil memikirkan seseorang yang dicintai, dipercaya mimpi tentang cinta tersebut akan terwujud. Bukan bermaksud untuk musrik, saya pun sangat antusias dong ya itung-itung seru-seru an saja. Tanpa berfikir lebih lama saya pun segera melangkahkan kai dan meikirkan seseorang yang tidak lain dan tidak bukan Agnes Monica hehehehe
"Agnes Monica loves me... Agnes Monica loves me... Agnes Monica loves me... Agnes Monica loves me... Agnes Monica loves me... Agnes Monica loves me... Agnes Monica loves me...Agnes Monica loves me..." gumamku dalam hati hahahahaha konyol!
Om Bolot yang pada saat itu memulai pendakian dari bawah berada didepan saya, ternyata menyerah ditengah jalan dan selonjoran begitu saja ditepian Tanjkan Cinta.
"Wi... Wi... Wi... liat kebelakang Ranu Kumbolo nya bagus banget" Ajka Om Bolot begitu saya berada persisi disamping dia.
"Kaga ah penipuan... ntar pulang nya juga bisa..." timpalku sekena nya
"Hahahahahaha......" tawa Om Bolot meecah kesunyian
Yes... Akhirnya saya pun tiba juga di puncak tanpa berhenti dan menoleh kebelakang sedikitpun. Teteh Agnes Monica jadian yuk...... hahahahaha

Selepas Tanjakan Cinta langsung mata ini dimanjakan dengan pemandangan yang ada, yup Oro Oro Ombo inilah nama sebuah padang savana yang tersaji. Sumpah nya, keren banget-banget lah, seperti bukan sedang berada di Indonesia. Jika sudah menonton film Jurasic Park, kondisi nya kurang lebih seperti itu, bahkan bagi saya lebih keren karena saya merasakan nya secara langsung bukan hanya sekedar dari si kotak kecil ajaib yang menyebalkan pencipta kuntilanak (TV). 100 H padang savana didepan mata seolah menjadi sihir tersendiri bagi saya dan rekan-rekan. Seolah seperti anak kecil saya pun sedikit berlari menuju dasar padang savana. Wow... amazing banget bray! Selepas Oro Oro Ombo, saya beserta rekan-rekan mulai memasuki hutan yang cukup rapat, yang lazim dengan nama Cemoro Kandang. Sebenarnya kawasan Cemoro Kandang ini sendiri termasuk dalam gugusan Gunung Kepolo (3095 mdpl). Rute yang harus dilalui cukup menguras tenaga meskipun jalur nya tidak selalu menanjak alias banyak turunan dan beberapa kali bonus. Kurang lebih pukul 15.00 WIB akhirnya saya dan rekan-rekan tiba di sebuah daerah savana Jambangan, sebenarnya di Jambangan ini merupakan tempat tumbuh suburnya si bunga abadi Edelweiss, namun sangat disayangkan akibat ulah tangan jahil para pendaki yang mengambilnya, kondisi padang Edelwisee disini nyaris tidak terasa sama sekali karena hanya menyisakan beberapa tangkai saja, miris. Oh ya disinilah pertama kalinya saya melihat Gunung Semeru beserta Mahameru nya dapat terlihat dengan sangat sempurna, karena mulai dari Ranu Pane sampai Cemoro Kandang pemandangan puncak Mahameru terhalang oleh tebing Tanjakan Cinta dan hutan lebat Cemoro Kandang. Kesan pertama begitu melihat Semeru beserta Mahameru nya yakni layaknya melihat seorang pimpinan yang sangat gagah, dingin, namun terlihat sedikit angkuh. Dari beberapa artikel maupun buku yang pernah baca, banyak sekali para pendaki yang mengibaratkan Gunung Semeru ini layaknya seorang Raja, sedangkan Gunung Rinjani di Lombok NTB diibaratkan seorang Ratu yang begitu cantik dan sangat anggun.
Sekitar pukul 17.00 WIB akhirnya kami semua pasukan Bandung tiba juga di Kalimati (2710 mdpl), kami semua pun sepakat akan mendirikan tenda disini dan bergabung dengan pasukan KAPAWW yang lainnya. Di Kalimati ini kami habiskan waktu dengan bercengkraman dan apalagi kalau bukan acara masak-masakan. Menu malam itu di Kalimati terbilang cukup enak sayur sop, kentang dan sosis goreng, wedang jahe, serta ubi featuring pisang rebus untuk persiapan summit attack tengah malam nanti.
 
Sejuta keindahan Ranu Kumbolo
Sabtu, 4 Juni 2011
Pukul 00.50 WIB kami semua sudah siap untuk menjajakan kedua kaki ini di Mahameru, puncak nya para Dewa surga nya di tanah Jawa. Pada saat itu saya meminjam backpack kepunyaan Tyas, untuk membawa beberapa barang yang dibutuhkan yakni sebuah botoh air minum, peralatan P3K, sedikit cemilan dan beberapa batre cadangan untuk headlamp. Sebelum memulai perjalanan kita semua tidak lupa untuk memanjatkan doa pada sang Khalik agar perjalanan kami semua malam itu diberikan kelancaran dan tiada kekurangan sesuatu apapun. Bissmilahirahmanirahim..... perjalanan pun dimulai. Etape awal yang harus dilalui yakni menyusuri kawasan Kalimati sampai batas akhir lalu dilanjut dengan memasuki jalur vegetasi hutan yang cukup rapat, jalur yang harus dilalui kali ini pun terbilang cukup berat, beberapa kali kami semua harus beristirahat ditengah-tengah jalur sempit yang menanjak dengan sekedar duduk atau bahkan selonjoran,  karena memang fisik sudah mulai kepayahan malam itu. Setelah kurang lebih berjalan 1,5 jam akhirnya kami semua sampai juga di pos berikutnya yakni Arcopodo (2900 mdpl). Sedikit beristirahat tanpa melupakan photo seasons di Arcopodo perjalanan pun dilanjutkan kembali, setelah berjalan kurang lebih 30 menit akhirnya jalur pendakian mulai bertemu dengan jalur berpasir yang cukup sempit dengan melintasi tiang berantai dibagian kanan kiri jalur. Namun dibeberapa titik tiang penanda tersebut jatuh ke bawah jurang akibat tanah yang menopang longsor. Memang tanah disini sudah mulai didominasi pasir-pasir, sehingga tidak mengherankan jika tanah disini terbilang sangat tidak stabil. Sebenarnya kondisi Arcopodo menuju pos berikutnya Cemoro Tunggal bisa dikatakan sangat seram dan mencekam bila dilalui tengah malam seperti pada saat itu, namun kondisi Semeru yang saat itu begitu ramai nya oleh para pendaki seolah menghilangkan kesan mencekam dan mistis yang ada. Akhirnya saya beserta rekan-rekan yang lainnya mulai memasuki jalur utama medan berpasir yang lazim dengan sebutan Cemoro Tunggal, yang merupakan batas akhir vegetasi antara kawasan hutan dan tanjakan berpasir. Cemoro Tunggal sendiri berasal dari kata cemoro yang berarti pohon dan tunggal yang berarti satu.  Dahulu di batas vegetasi ini memang terdapat satu buah pohon cemara, namun saat ini pohon cemara itu sudah tidak berada pada tempat nya, akibat tanah disekitar nya longsor sehingga mengakibatkan pohon tersebut tumbang.
Keadaan dijalur batas vegetasi ini luar biasa dingin nya, saya yang pada saat itu sudah memakai jacket berlapis 4 pun nyaris tidak berasa sama sekali, karena angin tanpa ampun menyusup melalui celah-celah pakaian dan langsung menusuk tulang di dalam tubuh. Dan sebuah kebodohan fatal yang saya lakukan yakni pada saat itu saya memakai celana kojo yang selalu saya pakai jika melakukan sebuah perjalanan kemana pun. Yakni celana jeans belel yang penuh dengan sobekan-sobekan besar terutama di bagian kedua lutut. Akibat kebodohan ini angin dan suhu yang begitu dingin pun tanpa ampun menyerang kedua lutut. Oh ya sekedar informasi pada saat itu seorang teman yang menggunakan jam Sunto yang bisa mendeteksi suhu dan ketinggian, memberitahukan bahwa suhu malam itu menuju puncak sudah mencapai 0 sampai -1 derajat celcius.
Setengah perjalanan pertama saya masih semangat dan tenaga di dalam tubuh pun masih terasa cukup. Namun begitu mencapai pertengahan rasa kesal dan cape pun mulai medera, belum lagi asupan oksigen kedalam tubuh yang mulai menemukan kendala akibat ketinggian. Pada saat itu formasi pendakian sudah tidak berlaku karena hampir semua pasukan sudah mulai berjalan secara sendiri-sendiri, begitu pun dengan saya. Di tengah perjalanan ketika saya sedang tiduran ditepi jalur pasir, salah satu rekan saya dari KAPAWW om Gilang berpapasan. Om Gilang pada saat itu melakukan pendakian dengan gaya yang berbeda dengan kebanyakan pendaki lainnya, yakni nyaris ngesot seperti gaya Spiderman. Berjalan menggunakan tambahan tenaga dari tangan dengan ritme yang cukup cepat, lalu beristirahat , cepat kembali, istirahat kembali, cepat kembali, istirahat kembali... Saya pun sangat penasaran untuk mencoba cara tersebut. Namun baru saja saya melakukannya beberapa kali tiba-tiba saja, Aakkkkkhhhhhhhhhhhhhhh....................... lutut kiri saya saat itu meradang. Rasa sakit, nyeri, nyut-nyutan bercampur aduk menjadi satu. Tanpa terasa air mata pun sampai menetes ketika rasa sakitnya dalam kondisi puncak. Om Gilang pun menawarkan meminjamkan pelindung lutut nya, tawaran tersebut pun tanpa pikir panjang saya ambil. Akhirnya om Gilang pun meminta izin untuk melanjutkan perjalanan, saya pun hanya bisa mempersilahkan tanpa bisa ikut bergabung kembali dengan Spiderman style nya. Ditengah kegalauan dan rasa sakit yang melanda, saya pun sempat berfikir untuk menyerah dan kembali lagi ke bawah. Namun saya kembali untuk berfikir sejernih mungkin, sangat sayang jika saya harus menyerah karena puncak Mahameru sudah terlihat dari kejauhan meskipun masih terhalang oleh gelap nya malam. Selain itu ada beberapa alasan sehingga akhirnya saya berani untuk melanjutkan perjalanan. Bagaimana tidak saya sudah menghabiskan segalanya untuk menuju daratan tertinggi di pulau Jawa ini, mulai dari tabungan yang terkuras habis, pekerjaan yang terbengkalai selama seminggu terakhir, hingga tidak hadirnya saya di pernikahan 3 orang teman yang melaksanakan resepsi nya pada hari tersebut. Setelah sedikit minum dan kembali memanjatkan doa  pada sang Maha Pencipta, saya pun segera melanjutkan perjalanan, langkah demi langkah saya ayunkan dengan rasa sakit yang luar biasa. Bahkan pada saat itu kaki kiri nyaris sudah tidak bisa tertekuk sedikitpun, jika tertekuk sedikit saja menimbulkan rasa sakit yang luar biasa dan seolah terasa sampai sekujur tubuh, layaknya orang ketika sakit gigi. Dikejauhan pun nampaknya matahari akan segera kembali keperaduannya sehingga lambat laun cahaya yang bersumber dari headlamp pun mulai tidak membantu karena langit sudah mulai menguning. Mahameru pun terlihat dengan jelas dan seolah memangil-manggil saya untuk segera tiba disana. Rasa sakit pun seolah menjadi santapan wajib, satu langkah satu rasa sakit. Belum lagi medan berpasir yang sangat menyiksa, maju 3 langkah mundur 1 langkah, maju 5 langkah mundur 2 langkah.
Tanpa terasa Mahameru pun hanya menyisakan beberapa meter saja, Bissmilahirahmanrahim..... langkah pun saya percepat, rasa sakit pun sudah saya tidak perdulikan sama sekali. Dan Allahuakbar..... akhirnya saya pun tiba di Mahameru dengan linangan air mata yang cukup deras dan dilanjut dengan sujud syukur di daratan tertinggi di tanah Jawa ini. Rekan-rekan lainnya yang sudah terlebih dahulu tiba pun menyambut dan menyalami  saya satu per satu. Rasa senang, bahagia, bangga dan terharu pun bercampur aduk menjadi satu. Saya pun seolah masih tidak percaya, dengan keadaan kaki yang seperti ini saya ternyata bisa juga sampai di puncak, satu lagi pelajaran yang saya dapat dalam perjalanan kali ini, dimana ada kemauan dan tekad yang kuat seberat apa pun medan dan situasi yang dilalui niscaya kita akan bisa melewati nya. Semoga pelajaran berharga ini bisa saya lakukan di kehidupan nyata sepulang dari sini. Saya pun mencoba mengarahkan pandangan disekitaran Mahameru yang luar biasa indahnya, awan putih persis berada dibawah kaki, bergulung-gulung nyaris tanpa ujung seperti lautan luas di samudra Pasifik. Di arah barat  Oro Oro Ombo terlihat begitu indah nya, lautan padang savana berwarna coklat muda seolah menyihir diri layaknya keindahan betis milik Ken Dedes dimata Ken Arok dan Tunggul Ametung. Di arah yang lainnya terlihat gunung-gunung di Jawa Timur yang hanya terlihat setengah nya saja, karena setengah nya lagi tertutup awan yang bergulung-gulung. Diantaranya gunung Argopuro, gunung Kepolo, gunung Tengger serta gunung Bromo diantara Segara Wedi. Bahkan dari Mahameru ini kita bisa melihat garis pesisir pantai Samudra Hindia sehingga dapat melihat secara utuh bentuk bagian pulau Jawa bagian timur. Disalah satu sudut Mahameru ini akhirnya saya menemukan sebuah batu nisan yang menjadi salah satu tujuan saya, milik Soe Hok Gie dan Idhan Lubis.
Yang mencntai udara jernih
Yang mencintai terbang burung-burung
Yang mencintai keleluasaan dan kebebasan
Yang mencintai bumi
Mereka mendaki ke puncak gunung-gunung
Tengadah dan berkata kesanalah Soe Hok Gie dan Idhan
kembali ke pangkuan bintang-bintang
Sementara bunga-bunga ini tersebar sekali lagi
Sementara saputangan menahan tangis
Sementara desember menabur gerimis
(Mahameru, kenangan Sanento Yuliman untuk Soe Hok Gie)
Kurang lebih satu jam lamanya saya beserta rekan-rekan menghabiskan waktu di Mahameru, saya pun mau tidak mau harus berpisah, tanpa terasa air mata pun kembali menetes ketika hendak akan melangkahkan kaki. Terima kasih Tuhan.... atas ciptaan Mu yang begitu luar biasa indah nya. Kau telah menyadarkan hamba Mu ini bahwa kami semua tidak ada artinya dan sangat kecil di hadapan Mu.
Pada saat turun rasa sakit pun kembali menghantui, sangat iri melihat orang-orang seolah sedang bermain selancar saat menuruni medan pasir. Berbeda jauh dengan saya yang harus kembali merangkak langkah demi langkah, untung nya saat itu salah seorang teman Apuy memberikan pinjaman trekking pole nya untuk saya gunakan. Begitu mencapai pertengahan trek pasir saya pun tersadarkan jika saya merupakan rombongan terakhir yang tersisa dalam perjalanan, begitu saya menoleh kebelakang benar saja hanya menyisakan beberapa orang dalam hitungan jari satu tangan saja. Perjalanan solo carrier ini pun masih berlanjut ketika sampai di Cemoro Tunggal dan Arcopodo, karena rekan-rekan yang lainnya sudah jauh didepan. Selepas Arcopodo saya mulai menemukan beberapa rekan yang sedang tidur begitu saja dipinggiran jalur pendakian, wajar mereka tertidur diman asaja selain karena badan yang terposir habis-habisan, malam nya pun kita semua hanya tertidur 3-4 jam saja. Namun hal tersebut tidak bisa saya lakukan, karena saya harus kembali berjalan langkah demi langkah dengan bantuan trekking pole pinjaman. Sekitar pukul 10.00 WIB akhirnya saya pun tiba juga di Kalimati dengan kondisi yang sangat capek dan letih, seolah tanpa sadar saya pun tertidur pulas diluar tenda bermandikan sinar matahari, disaat rekan-rekan yang lainnya akan memulai mempersiapkan makan siang.
Wi... bangun makan dulu” suara sumbang salah seorang rekan membangunkan tidur siang saya pada saat itu.
Kulirik jam yang melingkar ditangan, ternyata sudah menunjukan pukul 13.00 WIB. Subhanallah.... ga kerasa banget saya tertidur hampir 3 jam, padahal terasanya seperti baru tidur sekitar 15 menit saja. Setelah menyelesaikan makan siang buatan Om Firman, Nasi Pecel khas Kalimati hehehe akhirnya kami pun harus mulai melakukan packing untuk segera kembali turun ke bawah. Akhrnya sekitar pukul 14.00 WIB kami semua pun sudah siap untuk turun, kurang lebih 3 jam saya beserta rekan-rekan menghabiskan waktu melewati Jambangan, Cemoro Kandang, Oro Oro Ombo, Tanjakan Cinta dan berakhir di Ranu Kumbolo. Begitu sampai di Ranu Kombolo kami pun disambut rekan-rekan lainnya yang tidak hanya ngecamp disini sedari awal. Melihat kondisi jalan saya yang kalau dalam bahasa Germany nya cingced tentu menggundang pertanyaan beberapa rekan.
Knape kaki lo wi?” tanya seorang teman
Standart penyakit orang udah berusia, gagal dengkul” celetuk seorang teman yang lainnya, hal ini tentu saja memancing tawaaan diantara kami.
Selagi menunggu pasukan Ranu Kumbolo melakukan packing, saya beserta yang lainnya pun beristirahat sambil menikmati beberapa minuman panas yang dibuat. Namun lambat laun udara yang menyelimutu Ranu Kumbolo sore itu mulai menusuk tulang, bahkan bisa dikatakan ternyata udara di Ranu Kumbolo lebih dingin dibandingkan udara di Kalimati. Sekitar pukul 17.30 WIB saya beserta rekan-rekan pun mulai meninggalkan Ranu Kumbolo untuk mencapai tujuan berikutnya desa Rani Pani. Saya yang pada saat itu berjalan paling depan secara perlahan diikuti rekan-rekan yang lainnya. Selepas Pos 3 rupanya perut ini mulai tidak bisa diajak kompromi, mules pun melanda...... hayang lodom L. Keadaan untuk melakukan cat style saat itu sangat-sangat tidak mendukung selain langit yang begitu gelap, keadaan disekitaran jalan pun begitu mencekam disisi kanan hutan dan disisis kiri jurang. Lebih baik saya mempercepat langkah untuk sesegera mungkin sampai di Ranu Pani. Sebenarnya ada sedikit kejadian yang diluar nalar pada saat itu, dari pos pertama sampai Ranu Pani kami menghabiskan waktu 1,5 jam dengan kondisi tanpa beristirahat, padahal saat memulai perjalanan hari jumat lalu hanya menghabiskan 30 menit saja. Saya yang pada saat itu berjalan paling depan pun sebenarnaya sedikit panik karena jalan yang saya lalui selalu saja sama, belum lagi rasa mules yang melanda. Astagfirullahaladzim....
Sebenarnya dari beberapa catper yang pernah saya baca di lounge OANC Kaskus, banyak yang menghimbau agar perjalanan dari Ranu Kumbolo - Ranu Pani begitu pun sebaliknya diusahakan jangan melakukan perjalanan pada malam hari. Tapi apa mau dikata nasi pun telah menjadi bubur, saya beserta rekan-rekan yang lainnya hanya bisa berdoa dan berjalan kembali. Sekitar pukul 23.00 WIB akhirnya kami semua pun tiba di Ranu Pani, toilet pun menjadi buruan utama saya pada saat itu hehehe. Setelah itu pun saya bergabung dengan rekan-rekan yang lainnya yang sedang menyantap Bakso Malang tepat di depan basecamp. Mungkin Bakso Malang ini merupakan bakso paling nikmat yang perbah santap seumur hidup, karena selain perut yang memang lapar luar biasa, udara dingin Ranu Pani pun membuat kuah panas yang masuk kedalam tubuh begitu luar biasa segar nya. Selepas bersantap dan menghabiskan 5 gelas teh manis hangat di warung yang terletak persis berada di depan basecamp, akhirnya saya beserta yang lainnya pun satu persatu mulai masuk kedalam basecamp dan berlindung dalam hangatnya sleeping bag yang terpasang melindungi tubuh.

Mahameru, puncak para Dewa surga di tanah Jawa

Minggu, 5 Juni 2011
Rombongan yang beristirahat di Ranu Pani pagi itu terbagi menjadi 2 kelompok besar, kelompok pertama rencana nya akan melanjutkan perjalanan liburan menuju Gunung Bromo sedangkan kelompok yang lainnya akan langsung pulang ke kota masing-masing termasuk pasukan Bandung. Namun kali ini saya menjadi penghianat hehehe karena kali ini saya ikut bergabung menuju Gunung Bromo. Bukan apa-apa nanggung mumpung sekali jalan, soalnya saya akan malas untuk kedepannya jika hanya berkenjung ke sebuah tempat pariwisata. Lagipula kebetulan saya belum pernah menginjakan kaki sekali pun seumur hidup ke Bromo. Akhirnya kami pun yang akan menuju Bromo mulai menaiki jeep sewaan satu persatu. Ternyata tarif jeep dari Ranu Pani menuju Bromo sama persis dengan Ranu Pani – Tumpang Rp.450.000/ jeep, seperti biasa tinggal dibagi rata saja dengan jumlah penumpangnya. Kurang lebih 2 jam kami habiskan terombang ambing diatas jeep sewaan, namun suasana dan pemandangan yang tersaji di depan mata luar biasa indahnya. Mulai dari Gunung Ayek-Ayek, jalur legend yang ditempuh Soe Hok Gie ketika menaklukan Mahameru yang sekaligus menjadi penaklukan gunug terakhirnya. Setelah itu kami mulai disuguhi padang pasir yang luar biasa luas nya, sekali lagi ini seperti bukan sedang berada di Indonesia. Perjalanan jeep pun berakhir di sekitaran pintu gerbang masuk, sebenarnya saya ingin ke kawah Bromo nya, namun karena waktu yang tidak memungkinkan dan tarif kuda yang cukup mahal Rp.50.000/orang. Akhirnya saya pun hanya menikmati keindahan Gunung Bromo dari kejauhan. Namun mekipun lumayan jauh, pagi itu Bromo luar biasa indahnya, beberapa kali sang kawah mengeluarkan asap nya yang dalam beberapa menit memenuhi langit. Subhanallah..... keren banget! Kami semua pun tidak ingin melewatkan moment indah ini begitu saja, berfoto-foto dengan berlatar belakang anggun nya Gunung Bromo pun menjadi pilihan. Setelah photo seasons dan istirahat dirasa cukup akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan menuju Probolinggo dengan menggunakan bus carteran yang terkenal dengan sebutan Angkutan Bison Cemoro Lawang, tarif per orang nya pada saat itu yakni Rp.25.000. Namun lagi-lagi pemandangan yang tersaji sepanjang perjalanan menggunakan Bison ini kami semua seperti sedang diatas pesawat bukan diatas mobil L300 hehehe
Sekitar pukul 12.00 WIB akhirnya kami semua pun tiba di terminal bus Probolinggo, perjalanan pun dilanjut dengan menggunakan bus antar kota dengan tujuan terminal Bungur Surabaya, Perjalanan menggunakan bus ini terbilang cukup lama dan membosankan, saya pun baru tau ternyata Probolinggo-Surabaya jauh juga ternyata. Oh ya tarif untuk bus antar kota ini yakni Rp.12.000/orang harga yang sangat standart untuk bus antar kota kelas ekonomi. Pukul 15.00 WIB akhirnya kami semua sampai juga di terminal Bungur Surabaya, ada 2 orang yang berpisah saat itu yakni Mba Tia dan Om Bolot. Karena Mba Tia pada saat itu akan kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat dari Bandara Djuanda, sedangkan Om Bolot akan melanjutkan perjalanan nya menuju Madura menemui sang pujaan hatinya hehehe
Akhirnya kami pun menggunakan mobil sewaan dari Terminal Bungur ini untuk menuju tujuan berikutnya Stasiun Pasar Turi Surabaya, tarif mobil sewaan ini Rp.8.000/orang sedangkan jika lebih memilih menggunakan bus umum tarif nya Rp.5.000/orang. Tanpa terasa sekitar pukul 15.30 WIB akhirnya kami semua pun tiba di Stasiun Pasar Turi, begitu tiba saya pun segera mengecek ke loket karena saya satu-satu nya yang akan menuju Bandung, sedangkan yang lainnya tentu saja menuju Jakarta. Damn! Saya terlupa jika kereta yang menuju Bandung bukan naik dari Stasiun Pasar Turi melainkan dari Stasiun Gubeng. Padahal saya sudah beberapa kali melakukan perjalanan ke Surabayatapi kenapa masih kelupaan juag, bodohnya! Begitu melihat jadwal keberangkatan kereta menuju Bandung pun tinggal 30 menit saja. Yahhhhh.... mau bagaimana lagi akhirnya saya pun memilih menggunakan Kereta Gumarang jurusan Jakarta Kota dengan tarif Rp.185.000 tanpa tempat duduk L. Jadwal keberangkatan kereta yang masih menyisakan 2 jam lagi, digunakan rekan-rekan yang lainnya untuk beristirahat mulai dari makan, mandi, shalat, dll. Tepat pukul 17.30 WIB secara perlahan kereta mulai meninggalkan Stasiun Pasar Turi Surabaya. Saya yang memang tidak kebagian kursi, sudah menggelar matras sejak kereta pertama melaju. Perjalanan Surabaya-Jakarta kami habiskan untuk berbincang-bincang, seolah mengingat-ngingat perjalanan yang sangat indah 5 hari kebelakang dan termanjakan nya mata dan hati. Tanpa terasa sekitar pukul 21.30 WIB pun saya mulai tertidur pulas digerbong kereta, karena memang badan ini sudah terlalu lelah akibat terposir habis nya tenaga beberapa hari kebelakang.
Bring me back to Bromo
Senin, 6 Juni 2011
Sekitar pukul 06.00 WIB akhirnya saya dan rekan-rekan yang lainnya tiba di Stasiun Jatinegara Jakarta, begitu menginjakan kaki di ubin stasiun yang warna asli nya nyaris memudar, ternyata keadaan Stasiun Jatinegara pagi itu sudah benar-benar padat. Setelah sedikit berpamitan dengan yang lainnya akhirnya saya pun hanya ditemani oleh Om Doel untuk mencari ATM BCA yang berada disekitaran stasiun, karena mau tidak mau saya harus menemukan ATM tersebut, karena uang cash yang tersisa di dompet Cuma menyisakan 1 lembar rupiah berwarna coklat bergambar Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol alias goceng. Tapi apa mau dikata disekitaran Stasiun Jatinegara tidak ada satu pun ATM BCA, akhirnya saya dan Om Doel pun mencoba melihat jadwal keberangkatan KA yang menuju Bandung dan tanpa lupa menanyakan berapa lembar rupiah yang harus dibayarkan.
Pak, kereta menuju Bandung jam berapa?” tanyaku pada salah seorang petugas loket stasiun.
Kereta yang ke Bandung, nanti mas jam 10” jawab sang petugas
What! 3 jam lagi!” masa harus jadi pengamat stasiun selama 3 jam kedepan gerutu ku dalam hati
Akhirnya Om Doel pun menawarkan sebuah pilihan pada saya, mau menunggu di stasiun 3 jam ke depan atau ikut bersama dia diantar sampai terminal Busway terdekat. Setelah dipikir-pikir daripada menjadi orang bego di stasiun lebih baik saya ikut pilihan yang kedua saja meskipun dengan modal kenekatan, karena pertama saya tidak hafal sama sekali dengan jalanan Ibukota, kedua saya belum pernah sekalipun naik Busway dan yang terakhir saya hanya ingat tempat pool travel menuju Bandung Cuma yang di daerah Sarinah saja hehehe. Akhirnya Om Doel pun memberhentikan sebuah taxsi yang lewat tepat di depan Stasiun Jatinegara. Seolah tanpa perintah sang supir pun mulai menginjak gas mobil nya dan meninggalkan stasiun yang mulai padat ciri khas jalanan Ibukota. Sepanjang perjalanan saya melihat kanan kiri jalan untuk menemukan mesin ATM, tapi ternyata saya tidak menemukan satu pun L. Akhirnya Om Doel pun memberikan pinjaan dana segar Rp.50.000 pada saya, mau tidak mau saya pun menerima bantuan Om Doel meskipun dengan rasa malu hehehe
Begitu sampai di terminal Busway saya pun segera masuk tanpa lupa terlebih dahulu membayar uang retribusi sebesar Rp.2.000. Ternyata begitu kedua kaki ini menginjakan terminal Busway, suasana didalam begitu hiruk pikuk nya oleh para penghuni Ibukota yang mayoritas akan berangkat menuju tempat bekerja nya masing-masing, harap dimaklum pada saat itu merupakan hari senin pagi, hai pertama dimana para kaum pekerja memulai kembali pada rutinitas nya sehari-hari setelah berlibur selama  2 hari kebelakang, berbeda jauh dengan saya yang mempunyai rutinitas everyday is hooliday hehehe
Penampilan saya pagi itu tentu saja menjadi pusat perhatian orang-orang disekitaran, bagaimana tidak disaat orang kebanyakan akan memulai aktifitas nya dengan badan yang segar dan wewangian yang menempel pada tubuh mereka. Dilain pihak kondisi saya berbeda 180 derajat dengan mereka semua, dengan badan dekil yang nyaris 5 hari tidak merasakan kesegaran tubuh saat mandi, ditambah carrier dipundak yang nyaris seperti kulkas 2 pintu yang beberapa kali mengganggu kenyamanan orang lain. Belum lagi ditambah dengan tampang bodoh saya pada saat itu, yang nyaris sepanjang perjalanan hanya bisa celangak celinguk dimana sya harus turun dan naik bus yang lainnya. Setelah dihitung-hitung pada saat itu saya naik-turun busway mencapai 6 kali, padahal menurut teman-teman sebenarnya dari tujuan awal sampai Sarinah cukup 3 kali saja berganti bus, harap dimaklum namanya juga orang kampung nyaba kota hehehe......
Sekitaran pukul 07.30 WIB akhirnya saya pun tiba disekitaran Sarinah, tanpa perintah saya pun segera mencari pool travel yang akan membawa saya kembali menuju Kota Bandung tercinta. Kondisi didalam travel pagi itu sangat sepi, total hanya ada 4 penumpang termasuk saya dan kesemuanya berjenis kelamin laki-laki, damn! (eh ngaruh wae lah....). Kurang lebih 1,5 jam saya habiskan perjalanan menembus tol Cipularang, lagu Mahameru milik Dewa 19 pun saya repeat entah berapa kali sepanjang perjalanan. Seolah mengingatkan bahwa dalam beberapa hari kebelakang saya melakukan sebuah perjalanan panjang membelah Pulau Jawa dan berhasil menggapai Mahameru dengan pengalaman-pengalaman yang sangat sensasional dan pasti akan selalu diingat selama saya hidup di dunia ini. Tumpang, Ranu Pani, Ranu Kumbolo, Tanjakan Cinta, Oro Oro Ombo, Cemoro Kandang, Jambangan, Kalimati, Arcopodo, Cemoro Tunggal, Medan berpasir, Puncak Mahameru, seolah tanpa hentinya mengisi memori otak secara bergantian dengan sangat indahnya.
Tanpa terasa begitu lamunan yang sangat indah tersadarkan, ternyata saya sudah sampai di Kota Bandung dan beberapa menit lagi saja saya akan sampai di pool travel di sekitaran daerah Surapati. Perjalanan pun saya lanjutkan kembali dengan menaiki angkutan umum yang sudi akan mengantar saya menuju tujuan akhir my sweety home. Tepat pukul 10.00 WIB akhirnya syukur Allhamdulilah saya sampai juga dirumah tanpa kekurangan sesuatu apapun terkecuali isi dompet yang sangat meradang hehehe.... Begitu sampai dirumah ternyata keadaan begitu sepi nya, tidak ada seorang pun di rumah. Untung saja kunci serv selalu tersimpan manis di dalam tas. Setelah makan, mandi air hangat dan sedikit bere-beres. Akhirnya saya pun harus kembali keluar rumah untuk membereskan sebuah pekerjaan yang tertunda akibat sebuah perjalanan yang cukup panjang dan menguras segalanya. Macul... Macul... Macul... Macul... Macul... Macul... Macul... Macul... Macul... Semangat Macul demi puncak-puncak Gunung lainnya yang sudah menunggu untuk disinggahi.  
Dream it... Plan it... Do It... 

Gunung Semeru, jaga tempat mu baik-baik... tunggu saya datang kembali... menyapa mu... tersenyum pada mu… 

1 komentar:

  1. membaca tulisan mu, mengingatkan perjalanan ku kmaren k semeru.. walaupun masalah naik kereta lbh parah sy, krn sy pake kereta ekonomi kahuripan... begitu sesak dan TELAT sekali kereta itu tiba... yaa, sesuai dengan harga nya yg hanya 35.000...

    ranupane dgn kebun nya... ranukumbolo dgn sejuta keindahan danau nya, udara yg menusuk dada dan bunga es yg menutupi tenda serta tanjakan cinta yg begitu menyesakan dada... :)

    oro oro ombo dgn padang rumputnya, matahari pun begitu terik ketika dsini..

    BalasHapus