| Dwi Anugrah Mugia Utama | Bobotoh | Mountaineering | Vegetarian | Working Class | Partikel Bebas |

Jumat, April 29, 2011

Gunung Salak Bogor

ciri khas tempat wisata di Indonesia, tidak terurus!

Akhirnya dahaga untuk kembali berpetualang di alam bebas kembali terpenuhi, Jumat 22 April lalu saya bersama ke 5 orang rekan yang semuanya anak ITB akan melakukan sebuah perjalanan menuju Gunung Salak Bogor. Perjalanan dimulai tepat pukul 19.20 WIB ketika kami semua berjanjian disalah satu sudut kampus ITB, setelah menunggu beberapa saat hujan yang malam itu mengguyur kota Bandung dengan sangat derasnya., kami pun sepakat untuk mencari kendaraan umum yang sudi kami untuk tumpangi menuju terminal Leuwi Panjang Bandung. Namun sangat disayangkan pada saat itu kami cukup kesulitan untuk mendapatkan kendaraan umum yang kondisi nya lumayan kososng, karena kami tidak ingin mengganggu kenyamanan penumpang lain dengan barang bawaan kami yang tentu saja akan memakan space kendaraan. Setelah menunggu cukup lama di jalanan Dago tepat didepan Rumah Sakit Advent, akhirnya keberuntungan sedikit berpihak pada kami, ada satu buah angkot yang menawarkan kepada kami untuk mengantarkan pada tempat tujuan terminal Leuwi Panjang. Sebenarnya angkot tersebut bukan angkot yang melewati rute yang kami lalui, dengan kata lain kami mencarter angkot tersebut. Setelah benegosiasi dengan cukup alot, akhirnya kami menemukan sebuah kata sepakat dengan sang supir, Rp.7.000/orang nya menjadi sebuah angka yang cukup pantas. Menurut saya dengan bayaran segitu sudah cukup murah karena jika menggunakan angkot secara reguler pun kurang lebih akan menghabiskan budget yang sama.
Tepat pukul 20.30 WIB kami ber 6 akhirnya sampai juga di terminal Leuwi Panjang Bandung, para calo bus pun tanpa hentinya menanyakan kemana tujuan kami akan berangkat dan tentunya berharap kami menaiki bus yang mereka pegang, dengan iming-iming beberapa lembar rupiah dari sang supir tentunya. Namun setelah bertanya pada beberapa calo yang berkeliaran, ternyata bus kelas ekonomi dengan tujuan terminal Baranangsiang Bogor sudah habis dengan alasan sudah cukup malam. Mau tidak mau kami pun harus naik bus AC untuk menuju Bogor, bagi saya pribadi nampak anek melakukan sebuah perjalanan menggunakan bus 'mewah' karena filosofi saya jika sedang melakukan sebuah perjalanan yakni, dengan budget seminim mungkin untuk perjalanan sejauh mungkin hehehehe. 
Sebenarnya harga normal bus AC tujuan Bandung-Bogor yakni Rp.40.000/orang namun pada saat itu kami mencoba sedikit bernego dengan sang kernet bus, akhirnya kami pun menemukan kata sepakat ongkos tetap Rp.40.000/orang namun kami hanya dihitung 5 orang saja, dengan kata lain 1 orang dianggap gratis. Ternyata keadaan di dalam bus luar biasa sepinya, hanya ada 4 orang penumpang umum, kami ber 6 ditambah sang supir dan kernet, pantas saja biaya ongkos nya dapat didiskon, daripada kaga dapet penumpang lagi kayanya. 
Bus pun secara perlahan mulai meninggalkan kota Bandung tercinta dan tanpa terasa rekan-rekan yang lainnya pun mulai bertemu peraduan dengan alam mimpi nya masing-masing. Namun hal ini tidak menular pada saya, entah ini sebuah keunggulan atau kelemahan, tapi satu yang pasti jika melakukan sebuah perjalanan, pasti saya sangat susah sekali memejamkan mata dalam perjalanan. Akhirnya MP3 player pun menjadi teman setia dalam perjalanan kali ini, lagu-lagu milik band indie asal Bali, Nyamphea pun tanpa terasa saya repeat berkali-kali. Distorsi yang mengalun sangat indah khas band-band punk pada umumnya, namun kali ini  distorsi punk  sedang berselingkuh dengan grunge, belum lagi ditambah karakter suara sang vokalis yang sangat khas. Ditambah imajinasi sang vokalis yang begitu menggoda para kaum adam tentunya. Karena secara kebetulan saya dulu sempat melihat perform band indie Bali ini disebuah Gigs DIY disalah satu sudut kota Bandung bagian utara, sang vokalis luar biasa cantik nya hehehe....
Terakhir... Terakhir... Terakhir...
Suara kencang sang kernet bus secara refleks membuyarkan lamunan, teriakan ini memberitahukan bahwa kami telah sampai di tempat tujuan terminal Baranangsiang Bogor. Kulirik jam Graham KW made in China yang melingkar di tangan ternyata  sudah menunjukan pukul 23.30 WIB, itu berarti kami melakkan Bandung-Bogor kurang lebih menghabiskan waktu 3 jam. Selepas turun dari bus, kami pun tidak begitu kesulitan menemukan kendaraan umum yang akan mengantar kami pada tujuan berikutnya yakni kampus Institute Pertanian Bogor a.k.a. IPB. Tanpa komando kami pun segera menaiki sebuah angkot yang sedang ngetem malam itu, namun saya lupa lagi trayek angkot yang kami tmpangi kali ini. Kurang lebih kami habiskan 1 jam untuk menuju kampus IPB, tarif nya pada saat itu dari terminal Barangsiang menuju kampus IPB yakni Rp.7.000/orang. Sesampainya disalah satu sudut kampus IPB, kami pun bermaksud untuk ber isitirahat sejenak disalah satu supermarket yang buka 24 jam. Saya baru ingat ternyata perut ini baru diisi satu kali saja sepanjang hari tersebut, pantas saja sang perut sudah tidak bisa diajak ber kompromi. Saya pun mengajak rekan-rekan yang lainnya untuk mencari rumah makan a.k.a. warteg yang pasti bertebaran di wilayah-wilayah kampus di Negeri ini. 
Selepas makan yang entah itu makan siang, malam atau pagi. Kami pun harus segera menuju tempat yang memang kami sudah rencanakan sebelum melakukan perjalanan, yakni Masjid Al Hurriyah yang terletak di dalam kompleks kampus IPB. Memang Masjid merupakan sebuah tempat ber istirahat yang paling enak dan sangat manusiawi bagi seluruh petualang di Negeri ini. Selain tidak dipungut baya sedikit pun, di Masjid juga terdapat kamar mandi yang sangat manusiawi berbeda jauh dengan kamar mandi kamar mandi yang bertebaran di sekitar terminal atau stasiun. Namun keunggulan yang paling penting bagi saya pribadi yakni, jika kita menginap di salah satu sudut Masjid mau tidak mau pada saat Adzan Subuh berkumandang kita harus sesegera mungkin bangun dan ikut shalat berjamaah tentunya. Hal ini mungkin sangat mustahil dilakukan saat berada di rumah, selain karena sifat malas yang kerap mendera penyakit insomnia akut pun menjadi sebuah kendala tersendiri untuk ikut shalat subuh secara berjamaah di Masjid. 
Setelah sedikit ber keliling disekitaran Masjid akhirnya kami pun menemukan sebuah space yang cukp enak untuk mengistirahatkan tubuh untuk beberapa jam kedepan. Space yang kami pilih, tepat di depan ruangan sekertariat assisten Pendidikan Agama Islam tepat disebelah kanan komplek Masjid All Hurriyah IPB. 
Allahuakbar... Allahuakbar...
Perlahan-lahan suara indah sang muadzin mengumandangkan adzan pun membangunkan saya beserta rekan-rekan dari alam bawah sadar. Tanpa perintah kami pun secara bergantian melaksanakan salah satu perintah Allah dan sedikit bebersih a.k.a. mandi a.k.a. lodom.
Tepat pukul 06.00 WIB kami pun segera meninggalkan Masjid untuk segera memulai petualangan menuju Gunung Salak. Namun tanpa disadari HP salah satu pasukan Felish raib entah kemana ketika baru saja meninggalkan lingkungan Masjid, mau tidak mau kami pun harus kembali lagi untuk mencari dimana keberadaan sang HP. Namun setelah mencari dan bertanya kesana kemari kuarang lebih setengah jam lamanya kami tidak menemukan, bahkan ketika kami mencoba menghubungi pun kondisi HP dalam keadaan tidak aktif. Hilang!!! ya mau tidak mau pun Felish harus merelakan HP nya raib, meskipun dengan perasaan yang sangat dongkol tentunya. 
Tepat pukul 07.00 WIB kami pun mulai meninggalkan kompleks kampus IPB dengan mencarter sebuah angkot dengan tarif Rp.12.000/orang sampai tujuan akhir kami Pos pintu masuk Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Ternyata memang tarif yang cukup mahal ini sangat sebanding dengan jauh nya rute yang dilalui, kurang lebih satu jam setengah kami habiskan waktu didalam angkot carteran ini. Kira-kira pukul 08.30 WIB akhirnya kami sampai di pos awal, kami pun harus membayar biaya masuk sebesar Rp.6.000/orang, oh ya jika selepas membayar mintalah karcis tanda bukti mauk pada sang petugas, mengapa? karena biasanya para penjaga dipintu awal ini tidak akan memberikan tiket untuk sebuah modus 'pemerasan 'secara tidak langsung pada pelancong oleh para pengelola yang jauh dari kata profesional. Karena didalam kawasan TNGHS ini banyak sekali terdapat objek wisata yang didominasi curug-curug dengan pemandangan yang sangat indah. Namun sangat disayangkan jika kita tidak memegang tiket masuk utama maka jika akan memasuki semua objek wisata yang ada kita harus membayar. Inilah pentingnya kita meminta tiket masuk sebagai tanda kita telah membayar. Berhatilah dengan modus murahan tersebut. Namun ada kejadian yang cukup menarik bagi saya ketika berada di pos awal ini, ketika salah satu dari pasukan Jody yang pada saat itu akan membuang sampah kulit pisang bertanya pada salah seorang petugas.
"Pak... dimana tong sampah nya?
"Mau apa de.... " timpal sang petugas
"Ini pak mau buang sampah..." sambil menunjukan beberapa kulit pisang pada sang petugas.
"Itu, lempar aja kesitu" jawab sang petugas sambil menunjukan sebuah tanah lapang yang cukup bersih.
WTF! bagaimana bisa seorang petugas yang seharusnya menjaga dan merawat kebersihan Taman Nasional ini, malah menyuruh pengunjung untuk membuang sampah sembarangan. Terus dikemanakan uang retribusi pengunjung, jika di pos jaga saja tidak ada tempat sampah tempat sampah acan
Setelah meninggalkan pos awal dengan 'kebodohan' para penjaganya, kami pun menuju tempat tujuan berikutnya yakni Pos Pendakian Kawah Ratu dan Puncak Salak I. Saya yang pada saat itu baru pertama kali kesini dibuat kaget, karena di pos ini pun kita harus kembali membayar uang retribusi. Subhanallah ini Gunung atau Taman Hiburan sih setiap tempat harus bayar retribusi. Kekesalan saya terhadap para pengelola TNGHS tidak berhenti sampai disitu, diluar dugaan ternyata kami beserta para pendakinya yang pagi lumayan banyak tidak diizinkan untuk mendirikan camp di atas dan hanya diizinkan nge camp disekitaran pos alias di wilayah camping ground. Jauh-jauh ke Bogor cuma nge camp di camping ground? tau gitu nge camp ke Rancaupas Ciwidey. Kaga ada bedanya....
Saat itu saya ditugaskan oleh tim untuk mencoba bernegosiasi dengan sang petugas, saya awalnya mencoba sesopan mungkin dengan sang petugas dengan menggunakan bahasa sunda, dengan harapan diizinkan melanjutkan perjalanan tentunya, karena biasanya jika sedang melakukan sebuah perjalanan, pendekatan secara cultural memang terkadang cukup ampuh. Ternyata harapan tinggal harapan, sang petugas menolak total keinginan kami. Saya pun saat itu mulai sedikit panas dan tidak ingin kalah dengan argumen sang petugas, saya pun ingin mencoba bertemu langsung dengan pimpinan pengelola TNGHS. Sang petugas pos yang saat itu sudah sangat kesal pada saya pun menunjukan kemana tempat pimpinan nya berada. Dia menunjukan sebuah kantor pengelola yang dekat dengan pintu utama TNGHS. Apa? dia suruh saya berjalan kembali ke bawah yang bisa menghabiskan waktu 30-60 menit jika berjalan. Dia pun memberikan sebuah petunjuk agar saya lebih cepat mencapai bawah, yakni dengan menggunakan jasa para tukang ojek yang sedang ngetem di pinggiran jalan utama. Dengan keterpaksaan tingkat tinggi akhirnya saya pun mencoba meminjam sang motor petugas dengan iming-iming diganti uang bensin tentunya, bukan mengapa karena jika saya memilih naik ojek akan menambah waktu terbuang percuma. Selagi saya sedang menstarter Honda Grand keluaran tahun 1996 milik sang petugas, dia pun segera keluar pos dan memanggil saya.
"Ga usah ke bawah", kebetulan sang pimpinan sedang berada tepat beberapa puluh meter di bawah kami, diantara kumpulan orang ber jas almamater salah satu kampus swasta di Jakarta. Pimpinan TNGHS ternyata sedang memberikan sambutan remeh temeh dan sedikit pengarahan pada rombongan mahasiswa tersebut. Setelah menunggu kurang lebih 10 menit, saya pun mulai memberanikan diri mendatangi Bapak pimpinan TNGHS. Kali ini saya mencoba bersikap pasrah, jika diizinkan syukur Allhamdulilah atau jika tidak pun tidak apa-apa yang terpenting saya sudah mencoba semua cara. Ternyata yang disampaikan Bapak pimpinan sama persis dengan anak buahnya yang berada di pos, dengan kata lain kami tidak diizinkan mendirikan camp diatas dan jika ingin menuju Kawah Ratu atau Puncak Salak I hanya bisa dilakukan tektok alias bulak balik. Sebenarnya argumen dari sang Bapak pimpinan cukup rasional, mereka tidak ingin mengambil resiko sedikit pun para pendaki. Saya pun saat itu iseng-iseng bertanya pada Bapak pimpinan ini.
"Pak, tapi apakah sebenarnya bisa untuk kita mendirikan camp diatas?"
Beliau pun saat itu menjawab "sebenarnya bisa saja namun harus ada izin tertulis dari pihak pengelola pusat TNGHS yang berada di Sukabumi". Lebih lanjut menurut beliau baru beberapa bulan ini pengelolaan TNGHS berpindah tangan, yang awalnya dikelola oleh pihak Perhutani kini dikelola total oleh petugas TNGHS. Masih menurut beliau, saat ini kawasan Gunung Salak sudah sama seperti Gunung Gede-Pangrango, jika ingin melakukan pendakian harus diikuti dengan perizinan yang cukup ribet khas orang Indonesia. Namun jika benar demikian, mengapa para pengelola TNGHS ini tidak meniru pengelola Gunung Gede -Pangrango yang sudah membuaka jalur pendaftaran pendakian secara on line. Apakah para pengelola TBGHS seluruhnya tidak mengerti internet? This is Indonesia bro! kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah hehehehe gumamku dalam hati saat itu. 
Selepas berbincang-bicang dengan Bapak pimpinan TNGHS, mau tidak mau saya pun harus menerima keputusan, meskipun dengan sedikit berat hati tentunya. Namun ternyata akal-akalan sang petugas tidak berhenti sampai disitu, kami diwajibkan membayar biaya menginap dikawasan camping ground dengan tarif Rp.5.000/orang/malam. Hahahahahaha...... baru nemu ada gunung yang diitung nya per malam, udah kaya hotel/wisma aja. Udah aja nanggung ancur saya berceloteh pada sang petugas "kang, kalau yang kamar mandi nya di dalem, kasur nya double, plus ada TV ama AC berapa semalemnya?"
Sang petugas pun hanya tersenyum kecut mendengar celotehan saya. Oh ya selain itu pun jika kita ingin melakukan perjalanan menuju Kawah Ratu/Puncak Salak I diwajibkan memakai jasa guide sebesar Rp.75.000 tanpa nego. Mereka tidak peduli meskipun orang tersebut sudah ratusan kali ke sini dan sudah hafal trek pun diwajibkan memakai guide. Tetep sampingan.... cuihhhh!
pos menyebalkan

Tepat pukul 11.30 WIB kami pun mulai mencari spot yang cukup enak untuk mendirikan camp di kawasan camping ground. Akhirnya kami pun menemukan spot yang cukup enak karena dekat dengan aliran sungai untuk mengambil kebutuhan air. Selepas 2 tenda dome berdiri kami pun segera melaksanakan acara masak memasak, karen memang sudah saatnya perut ini meminta jatahnya untuk diisi. Meskipun sebenarnya badan belum terasa cape sama sekali namun pikiran dan perasaan dongkol membuat nafsu makan begitu menggebu hehehehe
Selepas makan dan menghadap Allah dialam terbuka, saya pun mengajak rekan-rekan yang lainnya untuk sekedar berjalan-jalan dikawasan TNGHS ini, daripada tidak ada kerjaan dan hanya berdiam diri di tenda. Kami pun mengunjungi curug yang berada dekat dengan pos pendakian, malas rasanya jika mau mengunjungi curug yang lainnya, kita harus bayar lagi lah gara-gara kita tidak memegang tiket karcis. Padahal di dalam kawasan TNGHS ini ada beberapa curug yang foto nya pernah saya lihat dari hasil googling, diantaranya curug seribu. Selepas dari curug kami pun hanya berdiam diri di salah satu warung yang berada dipinggiran jalan utama. Ternyata percakapan diantara kami ikut memancing sang Ibu warung untuk bergabung pada pokok bahasan kami. Menurut Ibu warung memang benar baru beberapa bulan saja terjadi pengalihan pengelola TNGHS ini, namun sang Ibu pun mengeluhkan akibatnya terlalu duit minded para pengelola saat ini, kondisi wisata saat ini nyaris sepi dan hanya ramai ketika pada saat weekend saja tetapi itu pun tidak seramai dulu. Mungkin para wisatawan pada kapok buat kesini lagi, pungkas sang Ibu.
Saat itu pun tidak cukup puas sampai disitu mengorek informasi pada Ibu warung, saya pun lantas menanyakan apa sih enak nya dulu sama sekarang bu? 
"Wah banyak banget cep...." jawab sang Ibu memulai pembicaraan lebih lanjut
Pada saat ini Ibu beserta para penjual yang lainnya sudah tidak dapat mencari penghasilan tambahan cep, dulu para warga sering mengambil tanaman pakis ditengah hutan untuk dijadikan pot-pot hias kecil yang ditawarkan pada para wisatawan, harga jual pot nya pun tergolong sangat murah yakni antara Rp.5.000 - 10.000 saja. Namun sejak pergantian pengelola masyarakat sekitar dilarang keras mengambil tanaman pakis di hutan, jika masih membandel mereka akan ditangkap dan jika masih ngotot bisa berakhir pada jalur hukum. Subhanallah... Welcome to the real Indonesia bro! masyarakat kecil yang hanya mengambil hasil alam yang sangat tidak seberapa bisa sampai ditangkap, tapi para penebang liar bisa dengan sangat leluasa menghabis alam ini tanpa  belas kasih sedikit pun. Jelas hal ini bukan hanya sekedar retorika dan isapan jempol belaka, berita-beritra semacam ini sudah terlalu sering menghiasi surat kabar terbitan nasional maupun daerah. Masih ingat dengan nasib Nenek Minah (55) yang harus merasakan menjadi seorang pesakitan di pengadilan hanya karena mencuri 3 buah kakao di perkebunan milik sebuah perusahaan besar di daerah Banyumas, tahun 2009 silam.
Selepas berbincang-bincang kami pun kembali lagi menuju tenda untuk kembali masak masakan untuk menyiapkan makan malam. Menu yang kami pilih saat itu yakni spaghetti bolognase dengan potongan bawang bombay plus taburan keju diatasnya tapi tanpa daging tentunya hehehe Go Vegetarian!
Selepas Adzan Maghrib berkumandang kami mulai memasuki tenda masing-masing, karena memang badan ini meminta untuk diistirahatkan, karena pada saat tidur di Masjid IPB kita tidur kurang lebih hanya 2 jam saja.
"Bangun bro........?" suara sumbang salah seorang teman membangunkan jiwa ini dari mimpi. 
"Udah jam 2 nih, come on kita masak, kan mau ke Kawah Ratu subuh....."
"Siap bro...... i come!" jawab ku dengan nada yang sangat tidak bersemangat
Selesai menyelesaikan acara masak memasak, yang dilanjutkan dengan menghabisinya, kami pun istirahat sejenak sambil ngobrol-ngobrol kecil menunggu makanan agar turun sepenuhnya menuju perut. Sambil membicarakan rencana perjalanan subuh ini, memang saat itu kami hanya berencana sampai ke Kawah Ratu saja tidak sampai ke Puncak Salak I, meskipun sebenarnya saya pribadi sih ingin nya sampai ke puncak, tapi bagaimana pun juga dalam kondisi seperti ini tidak bolejh memaksakan kehendak pribadi secara berlebih karena keutuhan tim lebih dari segalanya. Selepas berbincang-bincang kami pun harus menyelesaikan beberapa tugas yang tersisa yakni packing.
Masak masakan :)
Sketsa Peta Jalur Pendakian
Adzan subuh pun sayup-sayup terdengar dari kejauhan, kami pun secara bergantian menghadap Allah dengan tidak lupa berdoa agar diberi keselamatan dalam perjalanan pagi ini. Tepat pukul 06.00 WIB kami mulai berangkat meninggalkan camping ground, oh ya kami pun mau tidak mau harus kembali melewati pos pendakian yang cukup menyebalkan tersebut. ternyata pos pagi itu ditinggalkan olah penjaganya alias kosong melompong, lah katanya pos penjagaan kalau ada yang naek malam atau subuh ga ke data dong. Mmmmm.......
Namun bagi kami ini jelas sebuah berkah, karena kami tidak harus pake guide-guide an segala, lagipula salah satu dari kami Jody sudah beberapa kali kesini dan insya Allah masih hafal dengan trek yang harus dilalui. 
Trek awal yang kami lalui yakni lautan lumpur, saya yang pada saat itu menggunakan sepatu lapangan milik TNI serasa sangat nyaman karena sepatu ini memang jagonya dalam trek becek seperti ini. Bahkan dalam salah satu trek kaki saya tercelup kedalam kubangan lumpur nyaris setengah betis. Namun melihat teman-teman lainnya yang pada saat itu menggunakan sendal gunung nampak sangat kesusahan dan berjalan dengan sangat hati-hati.
Ternyata efek dari medan lumpur dan kerasnya sepatu pun baru terasa dalam setengah perjalanan, kaki bagian belakang saya tiba-tiba terasa cukup perih. Wah... pasti lecetnya lumayan besar nih, benar saja ketika saya mengajukan break dan memeriksa kaki ternyata lecetnya lumayan besar juga. Padahal biasanya saya selalu fine jika menggunakan sepatu keras milik TNI ini, malah bisa dikatakan ini merupakan pengalaman lecet pertama yang saya alami bersama sepatu ini.  Mau tidak mau saya pun harus menggantinya dengan sendal gunung yang saya simpan manis di dalam carrier, tana lupa sang luka ditutupi plester terlebih dahulu tentunya. Perjalanan pun dilanjutkan, ternyata tidak terasa sudah sampai dikawah pertama, saking interest nya melihat pemandangan sekitar, tanpa terasa sendal gunung yang saya pakai sampai terbelah setengah dibagian bawahnya. Oooo.... Mungin karena kondisi sendal yang sudah lumayan jelek ditambah medan lumpur yang luar biasa becek nya. Ya sudah mau bagaimana lagi, saya pun harus menyelesaikan perjalanan dengan sendal terbelah setengah.
selain kaki, sendal pun menjadi korban :)
Sebuah penunjuk arah dan pelecut semangat di sekitaran sungai terakhir
Akhirnya kami semua sampai juga di Kawah Ratu (kawah III), kulirik jam ditangan ternyata sudah menunjukan pukul 08.40 WIB, itu berarti kami menghabiskan waktu sekitar 2 jam setengah dari mulai pos pendakian sampai Kawah Ratu ini. Namun sangat disayangkan pada saat itu Kawah Ratu sedang mengeluarkan asap yang cukup tebal sehingga menghalangi pemandangan sekitar. Hal ini pun membuat beberapa teman parno dan menyuruh cepat-cepat photo seasons dan langsung turun kembali. Adeuh.... baru juga sampe belum sampe 5 menit bahkan rokok di tangan pun belum habis setengah. Justru sebenarnya disinal bagian favorite saya jika melakukan sebuah perjalanan pendakian, berdiam diri ditempat tujuan utama tidak berbicara sepatah kata pun hanya kepulan asap Gudang Garam Filter yang keluar dari mulut ini sambil mata dan hati menikmati mahakarya Tuhan yang begitu hebat nya. Subhanallah...
Setelah sedikit photo seasons di sekitaran Kawah Ratu hanya dengan satu spot saja, kami ber 6 pun mulai menuruni jalan setapak di pinggaran kawah yang tadi sempat kami lalui. Setelah berjalan kurang lebih 20 menit saja akhirnya kami sampai di sungai terakhir, kami pun sepakat akan beristirahat sejenak disini sambil sekedar masak mie instant untuk beberapa rekan yang katanya sudah mulai terasa lapar kembali (terutama Ibu Trex hehehehehe.... piss)
Kurang lebih kami habiskan waktu 2 jam disekitaran sungai terakhir ini, bahkan kami sempat ngobrol-ngobrol dengan pendaki lainnya yang pada saat itu baru mau menuju Kawah Ratu.


Baru saja berakhir
hujan di sore ini
menyisakan keajaiban
kilauan indahnya pelangi
tak pernah terlewatkan
dan tetap mengaguminya
kesempatan seperti ini
tak akan bisa dibeli
bersamamu kuhabiskan waktu
senang bisa mengenal dirimu
rasanya semuanya begitu sempurna
sayang untuk mengakhirinya.

Lagu sahabat kecil milik penyanyi Ipank pun mulai mengalun pelan dari MP3 player yang coba saya nyalakan, seolah menjadi soundtrack yang sangat tepat untuk mewakili setiap perjalanan dengan teman, sahabat bahkan saudara baru.

Sedikit photo seasons di Kawah Ratu
Istirahat dirasa cukup, tepat pukul 10.30 WIB kami melanjutkan perjalanan kembali menuju pos pendakian. Karena pada saat perjalanan turun saya hanya menggunakan sendal gunung dengan kondisi patah setengah, beberapa kali saya jatuh terpeleset. Badan kotor oleh lumpur pun sudah pasti tentunya. Selepas sampai dibawah saya pun mengajak rekan-rekan lainnya untuk mandi dan berganti baju di curug yang terletak tidak jauh dari pos pendakian. Tidak enak rasanya jika pulang ke Bandung menggunakan kendaraan umum dengan badan penuh lumpur. Di curug yang tidak terlalu tinggi ini kami menghabiskan waktu untuk bermain air tanpa lupa seaons photo tentunya hehehehe. 

Bermain air... Eh awak na gede wae :p
Selepas mandi kami pun segera siap-siap untuk meninggalkan kawasan TNGHS dan kembali ke Kota Bandung tercinta. Ketika pos pendakian beberapa meter di depan mata, tiba-tiba petugas yang menyebalkan pun keluar dari sarangnya.
"Masuk dulu..." perintah sang petugas pada saya
"Dari kawah ya?" lanjut sang petugas
Saya pun hanya membalas dengan anggukan kepala
"Kenapa ga bilang dulu.....?
"Loh... gimana saya mau bilang, saya naik ke atas pos ini masih kosong" balas ku yang kali ini tidak mau kalah.
Nampaknya sang petugas pun tidak mau kalah, dia mengeluarkan alibi yang jauh dari kata masuk akal intinya. 
"Ya sudah, bayar berapa saya!" potong saya, ketika dia belum menyelesaikan alasan nya.
"Biaya nge camp 6 orang Rp.30.000, biaya keatas 6 orang Rp.30.000" dia beralasan uang keatas ini daripada dia ditagih uang guide sebesar Rp.75.000. Setelah sedikit nego akhirnya sang petugas pun menyuruh kami membayar ke semuanya Rp.50.000. 
"Nuhun.... (terima kasih)" jawab sang petugas ketika saya menyerahkan 5 lembar uang sepuluh ribuan. Sangat malas rasanya menjawab ucapan sang penjaga tersebut, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun saya meninggalkan pos dan segera mengambil carrier yang tergeletak di luar bangunan pos. 
Ketika sampai dipinggiran jalan, ternyata sudah ada satu buah angkot yang sedang ngetem. Oh ya bagi para pendaki yang nantinya akan menggunakan jasa angkot yang sedang ngetem di sekitar kawasan TNGHS jangan terkecoh dengan harga yang ditawarkan, biasanya mereka menawarkan jasa untuk mengantar menuju daerah Tenjolaya, tawarlah semanusiawi mungkin tapi jangan mau dengan tarif Rp.10.000/orang nya, karena trek yang akan dilalui ini tidak terlalu jauh hanya kurang lebih 15 menit saja. Di terminal Tenjolaya kita bisa menyambung dengan angkot yang mengantar kita sampai Mall BTM (kepanjangan nya kaga tau hehehe) dengan tarif Rp.5.000/orang nya, padahal trek yang kita lalui jauh banget, bahkan menghabiskan waktu lebih dari satu jam dalam perjalanan nya. Selepas turun di depan Mall BTM, kami ber 6 sepakat untuk jalan saja menuju terminal Baranangsiang Bogor. Karena memang tidak terlalu jauh jaraknya, kurang lebih sekitar 800 M dan hanya mengikuti jalur Kebun Raya Bogor. Lagipula jalan-jalan di keramaian kota dengan carrier yang nyaris seperti kulkas 2 pintu, bagi saya sangat keren banget, seperti para  bule-bule yang sedang backpacker an hehehehe.....
Numpang foto di pintu gerbang Kebun Raya Bogor :)
Selepas sampai diterminal Barangsiang kami pun segera mencari bus dengan tujuan Terminal Leuwi Panjang Bandung yang pada saat itu memang sedang ngetem menunggu penumpang dengan sabarnya. Kota Bandung tercinta kami pulang........

Gunung Salak, jaga tempat mu baik-baik... tunggu saya datang kembali... menyapa mu... tersenyum pada mu…

*jika para pengelola nya sudah berpindah tangan pada pihak yang lebih profesional :)

1 komentar: